Minggu, 22 Februari 2009

NILAI – NILAI KEBANGSAAN dan SEMANGAT NASIONALISME KAUM MUDA

Di antara dua benua, yang menghubungkan dua samudra, aku berpijak, aku menatap keagungan karya ciptaanNya. Dan di sana aku dilahirkan, mengarungi jalan kehidupan aku berdoa, aku bekerja, mengisi kemerdekaan bangsa, Tentram ku rasa di pangkuanmu, Oh Ibu Pertiwi, trimalah karya baktiku, Kan ku pertahankan wilayah negeriku, Bumi Nusantara Indonesia Raya


Pengantar

Bangkitnya kesadaran atas kesatuan kebangsaan dan nasionalisme yang dirintis oleh Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 menjadi inspirasi bagi munculnya organisasi perjuangan lainnya, di antaranya Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917), Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, disusul Muhammadiyah pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama 1926, dan Partai Nasional Indonesia 1927.

Fenomena munculnya nasionalisme tersebut terjadi karena didorong oleh faktor sejarah, yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara. Pada awalnya nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa.

Nasionalisme inilah yang sesungguhnya secara efektif mentransformasikan komunitas tradisional menjadi sebuah komunitas modern berbentuk negara-bangsa atau nation state. Kendati memiliki tujuan institusional yang berbeda-beda, akan tetapi semua organisasi kebangsaan memiliki ciri yang sangat menonjol yakni sama-sama bertekad mencapai Indonesia merdeka.

Kebangsaan dan Nasionalisme

Kebangsaan berasal dari kata “bangsa” yang dalam bahasa inggris “nation”. Orang Indonesia menyebutnya sebagai paham kebangsaan, orang inggris menyebutnya sebagai nationalism. Istilah nationalism kemudian diadopsi dalam bahasa Indonesia menjadi nasionalisme. Jadi,nasionalisme adalah juga paham kebangsaan.

Ernest Renan mendefenisikan nasionalisme sebagai kehendak untuk bersatu sebagai bangsa. Kehendak ini tumbuh karena didorong kesadaran akan adanya riwayat atau pengalaman hidup yang sama dan dijalani bersama. Ir. Soekarno menyebut bahwa nasionelisme Indonesia adalah untuk menciptakan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia, selanjutnya secara bersama-sama bangsa ini mencintai tanah air, bangsa dan negara.

Sikap / paham nasionalisme harus senantiasa memperhatikan aspek persatuan, keadilan, dan kemanusiaan. Nasionalisme Inggris dengan motto righ or wrong England is my country dianggap terlalu berlebihan karena hal demikian berarti merendahkan martabat bangsa lain dan telah melegitimasi negara untuk menjajah bangsa asing. Demikian juga paham nasionalisme yang di usung oleh Nazi di Jerman. Nazi beranggapan bahwa bangsa jerman adalah bangsa terbaik dan tertinggi di dunia. Tidak ada bangsa yang setara dengan jerman. Contoh dari dua negara diatas adalah nasionalisme yang tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.

Nasionalisme sebaiknya mengarah pada konsep righ is righ and wrong is wrong (benar adalah benar dan salah adalah salah). Hal ini berarti mendukung kehidupan bernegara selama berjalan benar, mengingatkan negara pada saat salah arah.

Semangat Nasionalisme Dan Berbagai Fenomena

Rasa kebanggaan sebagai Banga Indonesia semakin lama semakin menipis. Orang Indonesia tidak lagi bangga dengan karya negerinya, kini lebih memilih karya luar negeri. Rasa saudara sebangsa semakin menipis antar umat beragama dan antar suku. Pertikaian yang membawakan isu suku dan agama semakin sering terjadi. Antar kelompok dalam masyarakat saling mencurigai. Ketika budaya asing masuk, dengan mudahnya juga kita meniru budaya mereka dan meninggalkan budaya kita selama ini. Inilah fenomena bangsa kita masa kini.

Dalam sebuah sarasehan yang dilaksanakan lintas OKP bertajuk Dinamika Pemuda dan Budaya Indonesia, di dapat kesimpulan bahwa semangat nasionalisme kepemudaan saat ini menyusut akibat globalisasi yang melanda negara ini. Berbagai perubahan radikal mulai terlihat dari tingkah laku, kondisi sosial, dan pandangan hidup yang kini cenderung menganut pola hidup dan pola pikir instan. Thomas Koten dalam bukunya “dibalik kasus ambalat” mengatakan bahwa memudarnya rasa kebangsaan bagi bangsa Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini, sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan dan semangat primordialisme. Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar anggota dan kelompok masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya menjadi retorika kosong. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir.

Otonomi daerah yang diharapkan mampu memotong birokrasi dan mempercepat pembangunan di daerah, malah justru menciptakan dan mempermudah masuknya para kapitalis asing untuk melebarkan sayapnya di daerah yang mempunyai potensi kekayaan sumber daya alam. Di samping itu pula sebagian pemerintah daerah justru lebih birokratis dari pada birokrasi itu sendiri, daerah beranggapan, penguatan komunikasi birokrasi yang efektif ke pusat tidak lagi perlu dikarenakan daerah merasa mampu menangani. Akibat dari itu muncul perda-perda yang bisa menimbulkan perda-perda di daerah lain dengan menuntut kesamaan, seperti keharusan memakai jilbab di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Perda tersebut menyulut daerah lain yang mayoritas penduduknya non muslim, contoh perda yang melarang memakai jilbab, dan masih banyak lagi persoalan yang diakibatkan evoria daerah menerbitkan perda yang kurang ter-inspirasi rasa nasionalisme. Akibatnya, lagi-lagi benteng nasionalisme masyarakat di daerah rapuh dan semakin jauh dari harapan para pahlawan pendahulu bahkan rentan terhadap disintegrasi.

Nasionalisme Pemuda

Pemuda Indonesia dalam sejarahan cukup memainkan perannya dalam 'mendesain' setiap peristiwa besar perubahan bangsa ini, bahkan sekaligus menjadi aktor utama dalam peristiwa perubahan tersebut. Dalam hal ini bisa katakan bahwa pemuda telah memiliki daya responsivitas yang tinggi dalam menerjemahkan semangat zamannya masing-masing. Namun di sisi lain, kenyataan memilukan yang juga sering mengemuka di setiap panggung sejarah perubahan adalah bahwa kaum muda seperti kurang memiliki energi untuk mengarahkan perubahan serta kurang memiliki kesiapan kompetensi untuk mengisi perubahan tersebut.

Di situlah letak tantangan yang harus dihadapi oleh kaum muda saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik di tingkat lokal seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran, kemandirian dan lain-lain maupun di tingkat global seperti globalisasi, pemanasan global, terorisme, dan sebagainya. Itu semua tentu saja tidak bisa diselesaikan oleh para pemuda yang hanya bisa bernostalgia dan beromantisme mengenang masa yang telah berlalu.

Setiap perubahan perlu energi besar yang lahir dari jiwa yang senantiasa menggelora khas anak muda, cerminan dari hati yang bersih serta nurani yang senantiasa berkobar. Jadi bukan munculnya generasi anak nongkrong yang jadi persoalan. Namun, intinya adalah ketika sensitivitas krisis dari generasi muda terus melemah serta kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan besar telah terkikis, maka tunggulah saat di mana pemuda akan semakin menepi dan terpinggirkan dari panggung sejarah peradaban.

Catatan Penutup

Negara ini tidak hanya terdiri dari satu suku, satu bahasa, satu agama, dan yang lain, tapi negara ini adalah negara yang bangsanya hidup dalam pluralisme (kemajemukan). Selain kemajemukan, di tingkatan inernasional kita juga dihadapkan pada tantangan yang sangat menakutkan : Globalisasi. Globalisasi merupakan penjajahan dalam bentuk baru, yakni penjajahan dengan mengangkat modal. Secara harafiah kita merdeka, tapi secara taraf kehidupan kita masih terjajah. Kita terjajah oleh kolaborasi pengusaha – penguasa – pemodal (kapitalis). Ekonomi kita dikuasai oleh mereka yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan, pengangguran, dan fenomenan social lainnya.

Semangat nasionalisme-kebangsaan menjadi salah satu jalan bagi kita dalam mewujudkan cita-cita negara yang telah dirumuskan dengan jelas dalam UUD 1945. Nasionalisme mengkehendaki adanya persatuan antar elemen masyarakat. Sejarah telah membuktikan bahwa persatuan yang tidak memandang perbedaan telah mampu merobohkan benteng-benteng penguasa penindas.

Zaman mungkin boleh berubah, semangat zaman yang menyertainya pun mungkin saja berbeda. Tetapi sekali lagi, akan selalu ada cahaya di ujung lorong yang gelap jika tetap ada sekelompok pemuda di setiap zaman yang tidak kehilangan sensitivitas dan kepeduliannya. Dua hal ini merupakan substansi dari nasionalisme yang dapat dipakai sebagai syarat minimal guna menakar nasionalisme kaum muda di setiap zaman.

SANTO AGUSTINUS

Cintai dan lakukanlah apa yang kau kehendaki.

Perjalanan hidup Santo Agustinus

Agustinus lahir dari pasangan Monika dengan Patrisius tanggal 13 November 354 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara. Monika merupakan seorang penganut kristiani yang saleh dan membimbing anak-anaknya termasuk agustinus dengan iman kristiani semenjak masih kecil. Sedangkan Patrisius merupakan seorang yang kafir. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar. Pernah suatu ketika ia dan teman-temannya yang tergabung dalam kelompok “7 Penantang Tagaste” mencuri buah-buah pir yang siap dipanen milik Tallus, seorang petani miskin, untuk dilemparkan kepada babi-babi.

Umur 18 tahun Agustinus mengambil langkah yang sungguh mencengangkan. Dia meninggalkan iman kristianinya dan beralih memeluk ajaran Manikeisme yang sesat. Selain itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita selama 12 tahun hingga melahirkan seorang anak, Deodatus. Permasalahan tersebut menimbulkan konflik dalam keluarga antara Agustinus dengan Monika, ibunya. Untuk menghindarkan konflik tersebut ia lari meninggalkan kampung halamannya untuk memperdalam ilmunya di Universitas Carthago dengan bantuan tetangganya yang kaya.

Pada umur 29 tahun Agustinus dan Alypius, sahabatnya, pergi ke Italia. Agustinus menjadi mahaguru terkenal di Milan. Sementara itu, hatinya merasa gelisah, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Sembilan tahun lamanya Agustinus menganut aliran Manikisme, yaitu bidaah yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme. Tetapi tanpa kehadiran Tuhan dalam hidupnya, jiwanya itu tetap kosong. Semua buku-buku ilmu pengetahuan telah dibacanya, tapi ia tidak menemukan kebenaran dan ketentraman jiwa.

Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doa ibunya serta berkat ajaran St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa.

Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru.

Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam dan ditahbiskan tahun 391, sebagai pembantu uskup kota itu. Empat tahun kemudian Agutinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.

Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah “Pengakuan-Pengakuan” (di Indonesia diterbitkan bersama oleh Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia) dan “Kota Tuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.

Bernadette McCarver Snyder dalam buku 115 Kisah Santo-santa melukiskan kebesaran Santo Agustinus seperti kuda nil besar, Agustinus menjadi besar karena karya-karyanya yang dia kerjakan. Bahkan menurut Richard Price dalam buku Tokoh Pemikir Kristen, dalam kata pengantarnya berani menegaskan bahwa Agustinus adalah teolog di Barat yang terbesar dari antara para Bapak Gereja Abad Pertengahan dan dihormati oleh para reformis protestan.

Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM dalam buku Orang Kudus Sepanjang Tahun mencatat karya Agustinus, yakni 113 buah buku, 218 buah surat dan 500 buah kotbah. Justru setelah Agustinus mampu melewati krisis dari ajaran sesat, Maneikeisme, dia dengan bimbingan Uskup Ambrosius dan doa dari St. Monika, ia mampu melahirkan buku yang sangat terkenal, Confessions (pengakuan-pengakuan); salah satu buku dari banyak buku Agustinus yang sangat terkenal.

Richard Price dalam buku Tokoh Pemikir Kristen Agustinus mengulas ajaran Agustinus tentang beberapa hal yakni Jalan Menuju Kebenaran, Gereja Yang Kudus dan Anggota Berdosa, Gereja dan Dunia, Kebebasan dan Rahmat, Seks dan Perkawinan, Persahabatan dan Komunitas. Menyadari bahwa karya besar Agustinus begitu banyak dan besar, maka ia berujar, “Sebuah buku yang singkat tentang Agustinus niscaya dangkal dan tentu tidak akan menyeluruh. Tulisan-tulisan Agustinus mencakup seluruh wilayah teologi dan juga filsafat.”

Beberapa pemikiran agustinus

Kebahagiaan itulah etika manusia dan etika mengajarkan jalan ke tujuan itu. Etika dalam pengertian agustinus adalah ajaran tentang hidup yang bahagia. Allah yang diyakini Agustinus bukan sebuah prinsip abstrak atau semacam daya kosmis, melainkan Allah yang menyapa manusia, yang mengarahkan kehidupannya, yang turut campur dalam sejara manusia. Oleh kerana itu, Agustinus berpendapat bahwa hanya dalam Allah manusia dapat mencapai kebahagiaannya. Kerena itu, tujuan hidup manusia adalah persatuan dengan Allah. Persatuan itulah kebahagiaan. Agustinus mendefenisikan kebahagiaan sebagai ketenteraman. Manusia selalu merindukan ketenteraman. Ketenteraman yang sempurna tidak mungkin tercapai dalam hidup di dunia ini, melainkan hanya dalam persatuan dengan Allah. Namun, melalui hidup yang bermoralitas, manusia dalam hidup inipun, dalam arti tertentu, sudah dapat menikmati kebahagiaannya, yaitu melalui keutamaan. Keutamaan mampu membuat manusia mempergunakan hal-hal yang baik secara tepat, dan juga mampu memakai pengalaman-pengalaman yang berat atau buruk untuk memurnikan diri dan lebih mampu menuju ketujuan abadi.

Untuk menerjemahkan cinta kepada Allah kedalam sikap dalam kehidupan sehari-hari, menurut agustinus manusia harus memperhatikan tatanan cinta. Menurut tatanan cinta, menusia hendaknya mendahulukan apa yang lebih tinggi dalam tatanan itu. Cinta paling bawah adalah cinta pada barang-barang dunia yang akan hancur. Diatas cinta benda duniawi, manusia hendaknya mencintai diri sendiri dan sesama. Cinta yang paling luhur adalah cinta kepada Allah.

Sabtu, 21 Februari 2009

MUTIARA - MUTIARA YANG TERCAMPAK

Anak-anak adalah tunas harapan bangsa. Oleh karena itu seorang anak harus berusaha dengan sungguh-sungguh membekali dan mengasah diri supaya kedepannya menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Pekerjaan utama seorang anak dan sekaligus menjadi kewajiban anak adalah dengan belajar keras. Dengan belajar keras, seorang anak akan mampu untuk hidup dalam persaingan masa depan. Demikian ungkapan yang akrab ditelinga ketika pembicaraan mengarah pada masa depan. Hal ini juga akrab ditelinga ketika seorang guru memberikan ceramah kepada anak didiknya, pun ketika seorang kepala pemerintah memberikan ceramah pada hari anak nasional.

Memang demikianlah adanya. Ketika anak-anak masa kini tidak dibekali dengan baik, situasi bangsa ini kedepannya akan semakin runyam. Namun ada baiknya bila selalu melihat antara kenyataan dan harapan. Hal diatas adalah harapan, dan mungkin harapan kita bersama. Tapi kenyataannya bagaimana? Sudahkah semua anak mendapatkan hak belajar pada dunia pendidikan? Sudahkan seberapa serius upaya kearah tersebut ? Siapa yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang tidak beruntung mendapatkan pendidikan yang semestinya?

Sungguh banyak orang yang tidak beruntung di negeri ini.
Mereka tidak beruntung untuk mendapatkan hidup yang layak dan sejahtera. Data bank dunia menyebutkan hampir setengah dari penduduk Indonesia adalah penduduk kategori miskin. Penduduk miskin memiliki sedikit ruang untuk mendapatkan barang dan jasa, termasuk pendidikan. Hal ini di perparah dengan mahalnya biaya pendidikan. Hanya golongan tertentu dalam kelas masyarakat Indonesia yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan, apalagi pendidikan yang tinggi dan bermutu.
Golongan miskin banyak dengan terpaksa setengah menelantarkan anaknya. Dalam keadaan sadar, orang tua menyuruh anak untuk ikut mencari nafkah. Dalam keadaan sadar juga, orang tua terpaksa memberhentikan anaknya dari sekolah. Anak-anak yang ditelantarkan tersebut akhirnya banyak yang menghabiskan waktu di jalanan. Profesi berbeda-beda, ada yang halal dan ada yang haram. Yang halal seperti menjadi pedagang asongan, pengemis, kondektur, dan yang lain. Profesi yang haram seperti menjadi pencopet. Dunia jalanan menjadi pendidikan bagi mereka, dan kerasnya dunia jalanan menjadi pelajaran batu bagi mereka. Hal ini akhirnya membuat akan tersebut menjadi anak yang kuat secara mental, mental untuk melakukan kompetisi secara fisik.

Tentu ini adalah sebuah ironi di negara yang berdaulat dengan kekayaan yang berlimpah. Anak-anak jalanan seseungguhnya adalah mutiara-mutiara negeri yang permai ini, mereka juga pewaris sah negeri ini hanya sayangnya mereka mutiara yang tercampak dan terlupa. Mereka dikatakan sebagai mutiara yang tercampak dan terlupa, karena mereka mestinya mendapakan pelayanan dari negara, sebagaimana diamanatkan UUD 1945 “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Selanjutnya, mereka adalah mutiara yang terlupa, dimana orang-orang beruntung di negara ini lupa bahwa sebagian dari apa yang mereka punya adalah juga hal dari anak jalanan tersebut. Keegoisan manusia telah membuat jurang pemisah yang semakin terjal antara orang yang beruntung dan orang yang tidak beruntung.

Kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai pelayan masyarakat juga belum berpihak kepada rakyat, utamanya anak-anak jalanan. Pemerintah belum memiliki program yang terarah untuk menghindarkan anak dari jalanan dan dunia kekerasan. Malah yang terjadi sering sekali pemerintah melalui aparatnya menangkap para gelandangan dan pengemis, karena mereka dianggap mengacaukan
kota . Padahal, anak jalanan tersebut juga sebenarnya tidak punya cita-cita sebagai orang yang mendapatkan nafkah dengan cara mereka saat ini. Mereka tentu menginginkan sebuah kehidupan yang lebih baik dan manusiawi. Artinya adalah tidak ada keseriusan pemerintah.
Para
hartawan di negara ini juga belum terketuk hatinya untuk melakukan sebuah misi sosial mengangkat anak jalanan. Para hartawan lebih memilih untuk semakin menimbun dan melipat gandakan hartanya. Bahkan tidak jarang para hartawan (pengusaha) melakukan penyerobotan tanah milik orang miskin.

Ekonomi harus berpihak
Kondisi ekonomi menjadi faktor yang menyebabkan lahirnya anak jalanan. Orang tua yang tidak memiliki dana untuk menyekolahkan anaknya menyebabkan anak mencari kegiatan baru, yakni mencari uang. Upaya mencari uang yang paling cepat bagi mereka adalah di jalanan. Boleh dikatakan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab besar lahirnya mutiara yang tercampakkan tadi.
Mengatasi semakin banyaknya anak jalanan tentu juga dengan perbaikan ekonomi masyarakat dan anak jalanan tersebut. Anak-anak jalanan harus diangkat kehidupannya, bukan malah dibunuh pelan-pelan. Ekonomi rakyat juga harus diperbaiki guna mencegah tercampaknya mutiara yang indah. Ekonomi yang mensejahterakan, akan berhasil berkat keseriusan pemerintah dan dorongan dari masyarakat.
Mudah-mudahan, beberapa tahun kedepan kita tidak lagi melihat mutiara yang demikian indahnya akan tercampak dan ditimpa oleh arus zaman globalisasi.

Suang Sitanggang
PMKRI Angktn 2003

KASIHAN RAKYAT INDONESIA

Indonesia , tanah surga yang jatuh ke bumi. Negeri yang indah nan permai. Indonesia , negeri kaya raya dengan sumber daya alam yang berkelimpahan. Indonesia juga, negeri yang masyarakatnya hidup dalam kemelaratan dan penderitaan. Inilah fenomena yang sangat menyedihkan, masyarakat menderita diatas tumpukan harta. Data Bank Dunia (Word Bank) menyebutkan bahwa hampir setengah penduduk di negara ini hidup dibawah garis kemiskinan. Tidak sampai 20% lulusan SMA sederajat yang melanjutkan pendidikannya ke tahap perguruan tinggi.

Kenyataan diatas tentu bukan hanya diatas kertas saja. Fenomena di lapangan memang juga menunjukkan hal tersebut. Tiap tahun negara ini mengekspor manusia ke nergara asing dalam bentuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Petani selalu indentik dengan orang miskin, karena memang itulah kenyataannya, yang menjadikan petani tidak bangga dengan profesinya sebagai petani. Kasus anak sekolah bunih diri karena tidak mampu bayar uang sekolah telah banyak terjadi. Diatas tumpukan sampah, para pemulung membanting tulang mengais rejeki. Anak putus sekolah lalu menjadi pengamen dan peminta-minta. Guru berprofesi ganda sebagai tukang ojek karena gajinya tak cukup menafkahi keluarganya. Masih banyak kenyataan lain yang sungguh memprihatinkan.

Ketika anak bangsa yang nota bene sebagai pewaris sah negara ini hidup dalam kondisi yang terseok-seok, pemilik modal dari negara asing datang ramai-ramai untuk berusaha di Indonesia, tentu atas ijin dan kesempatasn yang diberikan pemerintah. Al-hasil, mereka berhasil menguras isi perut ibu pertiwi dan mendapatkan kekayaan yang demikian besarnya. Dari pihak pemerintah, kedatangan investor (pemodal) asing ini diungkapkan sebagai kedatangan dewa penyelamat, dengan alasan bahwa dengan banyaknya investor yang datang, maka lapangan kerja akan semakin meningkat, sehingga pengangguran bisa berkurang. Alasan selanjutnya yakni bahwa dengan investasi (penanaman modal) pihak asing di negara ini akan memberikan pemasukan yang besar bagi pendapatan negara dan masyarakat. Demikiankah adanya? Mengapa bangsa asing mau menginvestasikan uangnya di negara ini?

Memang benar bahwa kehadiran investor asing memberikan dampak terhadap semakin besrnya pendapatan negara, pendapatan masyarakat, dan juga benar bahwa kehadiran investor ini akan mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini memang hukum wajib dari ekonomi. Namun perlu dilihat bagaimana sebenarnya aktivitas mereka di negara ini. Mereka hanya menggunakan orang Indonesia sebagai buruh kasar atau kuli dan pejabat bawahan. Sedangkan berbagai jabatan penting perusahaan dipegang oleh pihak mereka, sehingga kebijakan perusahaan seluruhnya ada pada mereka. Hal ini berarti bahwa mereka (investor asing) hanya memanfaatkan kekayaan Indonesia demi kekayaan mereka sendiri. Mereka menggunakan tenaga orang Indonesia sebagai buruh karena anak bangsa ini mau dan rela di gaji dengan rendah. Para tenaga kerja bekerja dengan sekuat tenaga hanya untuk mendapatkan gaji yang tidak seberapa jumlahnya, sedangkan sang pengusaha, akan mendapatkan keuntungan yang demikian besar dari alam negeri ini dan dari keringat anak bangsa.

Bagaimana dengan perlindungan pemerintah terhadap alam dan masyarakat? Pemeritah masih terkesan kurang peduli. Pemerintah lebih sering membela para pengusaha asing dari pada membela darah sebangsa. Opini yang berkembang bahwa pengusaha dan pemerintah memang telah melakukan kerjasama dibawah tangan. Hal ini entah benar atau tidak. Namun kembali kepada hakikatnya, bahwa pemerintahan di negara ini di bentuk bukan untuk menindas rakyatnya sendiri dan menjual negara ini, tapi adalah untuk melingdungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia . Artinya adalah pemerintah harus bentindak sebagai pelayan masyarakat.

Kelihatannya pemerintah telah lupa akan hal ini, sehingga rakyat perlu untuk kembali mengingatkan pemerintah di negara ini. Rakyat perlu menceritakan kisahnya yang hidup melarat diatas harta yang bergemilang dan mengungkapkan keinginannya untuk menikmati kekayaan alam yang telah diwariskan para pejuang dan pendahulu bangsa. Rakyat yang merasa senasib dan sepenanggungan harus bersatu untuk hal tersebut. Dengan bersatunya insan yang senasib untuk mewujudkan cita-cita bersama, saat itu pula cita-cita tersebut akan tercapai. Berjuang bersama-sama lebih baik dari pada berjuang sendiri-sendiri.

Suang Sitanggang
PMKRI Angkatan 2003