Jumat, 10 April 2009

TANGISAN YANG TAK PERNAH TERDENGAR

Di bawah pohon yang tidak terlalu rindang, dengan cahaya yang tidak terlalu gelap, Tari berdiri sambil menghisap rokok mild yang dijepit ditangan kirinya. Tari setia setiap malam berdiri ditempat ini dengan mengenakan baju pas badan tanpa lengan dan rok yang panjangnya sejengkal diatas lutut, menunggu sapaan hangat nan mesra para lelaki pecandu nafsu. Dengan pakaian seperti itu, Tari terlihat sangat seksi dan cantik, seperti penyanyi yang sering nampak di TV. Ya, mungkin Tari hanya kalah nasib bila dibanding dengan kelompok artis itu.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, rekan-rekan seprofesinya juga nampak lagi asik menunggu para lelaki yang oleh masyarakat disebut hidung belang. Namun malam ini sepertinya bukan malam yang baik bagi para wanita penjual jasa kepuasan sex ini. Tidak banyak yang datang untuk membeli jasa mereka. Padahal malam ini tergolong dingin, yang seharusnya menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap jasa kehangatan dari para perempuan-perempuan ini.
Dalam penantiannya, tergores raut wajah berseri dengan senyum manis menggoda yang menjadi tameng keangkuhan jiwanya yang sesunggugnya lemah. Tari sering merasa, betapa kotor jiwa yang bersembunyi dalam keindahan dan kemulusan tubuhnya. Tapi apalah artinya jiwa yang sama sekali tak bisa dijual untuk mendapatkan duit. Ya, lagi-lagi semuanya untuk untuk duit, untuk menyambung hidupnya dan keluarganya. “Ah! Mengapa aku berfikir yang lain-lain? Modalku hanya tubuh dan parasku. Sebenarnya apa yang salah?” Demikian Tari menghibur dirinya bila hatinya sedang gundah memikirkan dirinya yang telah penuh noda.
Tari untuk kesekalian kalinya menggapai tangannya pada setiap mobil yang lewat dengan senyuman yang menggoda. Beberapa hanya lewat dan sebagian lagi hanya menggoda dan menyapa. “Mungkin ini bukan hariku!” Ucapnya dalam hati sambil menengok keadaan sekitar yang memang sudah sepi. Teman-temannya yang lain yang tidak mendapatkan orderan malam ini telah berangsung-angsur pulang atau pergi ke tempat yang lain dengan harapan mendapatkan orderan dan mendapatkan duit.
Sesaat berlalu, diputuskannya untuk menghampiri sebuah kios rokok yang tidak jauh dari tempatnya berdiri menawarkan diri. Tari duduk di bangku kayu sekedar melepas pegal kakinya yang dari tadi terus berdiri. Kembali disulutnya rokok mild kesukaannya. Dari dalam kios tiba-tiba terdengar suara menyapa “Sepi ya mba?” Tari langsung menengok ke arah datangnya suara yang memang tak asing lagi baginya, suara pemilik kios. Tari hanya senyum menjawab pertanyaan si bapak.
Tari mulai ngobrol-ngobrol dengan bapak pemilik kios dalam suasana yang akrab. Sambil ngobrol, pemilik kios mengambil beberapa karton dan kertas, lalu dibakarnya disamping mereka duduk. Mungkin supaya mereka tidak terlalu kedinginan di malam ini. Pada suatu titik, Tari terkejut dan terenyuh oleh pertanyaan si bapak pemilik kios “Maaf ya mba, mba sudah punya anak?”. Pertanyaan yang sangat sederhana ini membuat Tari berfikir jauh ke depan. Membuatnya berhayal bagaimana jika kelak anaknya tahu kalau ibunya hanya seorang pelacur? Betapa besar bebannya saat mengetahui dia hanyalah anak dari seorang pelacur jalanan. Bagaimana jika saatnya nanti, anakny menjadi seperti dirinya? Betapa sakitnya hati Tari, anak yang dari kecil dididik dan dibesarkan hanya menjadi seorang pelacur. Lalu, bagaimana dengan kedua orang tuanya yang dikampung? Pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya membuat Tari tak sadar kalau air mata telah menetes di pipinya yang demikian indah. “Mba, maafin bapak ya mba! Bukan maksud bapak menyinggung hati mba.” Sapaan hangat si Bapak membuatnya tersadar dari lamunannya. Seperti biasa, Tari hanya tersenyum, sekalipun menahan sakit dihati.
Jam terus bergerak, beberapa jam lagi sang surya akan hadir menyapa semua penduduk dunia tanpa memperdulikan yang disampanya seorang pelacur, perampok, presiden, pemuka agama, atau bahkan atheis sekalipun. Tari pamit pada si Bapak dan berjalan menuju abang becak yang sudah biasa mengantarnya pulang. Sesampainya di rumah kecil kontrakannya, kerinduan akan keluarga tiba-tiba melintas dalam benak Tari, yang membuatnya tak bisa tidur walau dipaksa untuk memejamkan mata. Tari kembali menangis, meratapi jalan hidupnya yang kotor dan suram. Tari adalah manusia, yang memiliki hak yang sama dengan manusia-manusia lain. Namun di mata mereka, Tari hanyalah seorang pelacur yang tidak memiliki hak selain dihina, dicaci, dicemooh bahkan kalau bisa dipenjara seumur hidup supaya tidak lagi menggoda bapak atau suaminya orang lain.

HUTANG INDONESIA TERBESAR DALAM SEJARAH

Tim Indonesia Bangkit (TIB) mencatat utang Indonesia dalam 5 tahun terakhir justru mengalami peningkatan sebesar 31 persen menjadi Rp 1.667 triliun. Utang sebesar ini merupakan utang terbesar Indonesia sepanjang sejarah.
Demikian disampaikan Ketua Tim Indonesia Bangkit, Rizal Ramli dalam Jumpa Pers di Hotel Bumi Karsa, Jakarta, Selasa (1/4/2009).Ia menjelaskan, dalam lima tahun terakhir jumlah utang Indonesia meningkat sebesar 31 persen dari Rp 1.275 triliun pada Desember 2003 menjadi Rp 1.667 triliun pada bulan Januari 2009 atau naik kurang lebih sebesar Rp 392 triliun."Itu menempatkan Indonesia pada rekor utang terbesar sepanjang sejarah," tegasnya.Sementara itu, Rizal juga mengatakan jumlah utang per kapita Indonesia pun meningkat. Jika pada 2004 utang per kapita Indonesia sekitar Rp 5,8 jutan per kepala, maka pada Februari 2009 melonjak jadi Rp 7,7 juta per kepala."Kan aneh, data TIB menunjukkan utang naik, kok berani-beraninya pemerintah bikin iklan utang turun," katanya.Indonesia Percuma Datang Ke G-20Tim Indonesia Bangkit (TIB) juga menilai kedatangan Indonesia di G-20 bisa sia-sia jika tidak membawa kepentingan ekonomi khusus bagi Indonesia sendiri."Percuma saja jika Indonesia di G-20 tidak membawa sebuah agenda khusus yang mengutamakan perekonomian di Indonesia, semua akan sia-sia," ujar ekonom TIB Hendry Saparini dalam kesempatan yang sama.Menurut Hendry, jika kehadiran Indonesia hanya memperkuat peran IMF dan Bank Dunia serta membuka lebar pintu perdagangan bebas maka sama saja hal itu akan merugikan Indonesia karena dampak dari perdagangan bebas tersebut akan menjatuhkan industri lokal karena pasar akan dibanjiri oleh produk impor."Rugi bila kita tidak membawa suatu agenda yang tidak membahas kepentingan ekonomi kita, namun hanya mengurusi IMF dan Bank Dunia," jelasnya."Kita jangan mau dibodoh-bodohi. Selama ini negara-negara maju tidak pernah membuka luas pintu perdagangan bebas. Kalau Indonesia tidak berani memperjuangkan kepentingan ekonominya ya percuma aja berada di sana," tuturnya.

SUMBER: detik.com

UTANG PEMERINTAH MENGKHAWATIRKAN

Beban Utang Per Kapita Rp 12 Juta.
Rumgapres/Abror Rizki
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama para menteri melakukan petemuan bilateral dengan Pemerintah Jepang yang dipimpin Perdana Menteri Taro Aso di sela-sela pertemuan G-20, di London, Inggris. Rabu (1/4) waktu setempat.
[JAKARTA] Pemerintah Indonesia, dalam pertemuan G-20 menerima komitmen pinjaman dari Jepang senilai US$ 14,5 miliar (Rp 17 triliun), untuk membantu mengatasi dampak negatif krisis keuangan global. Hal itu semakin menggelembungkan nilai utang pemerintah, yang kini sudah tercatat Rp 1.600 triliun.
Dengan demikian, setiap penduduk Indonesia, kini menanggung sekitar Rp 12 juta utang pemerintah. Jumlah itu yang terbesar dalam sejarah perekonomian nasional.
"Inilah fakta yang sesungguhnya, tertinggi sepanjang sejarah. Angkanya valid, terlihat dari data resmi pemerintah," ujar ekonom dari Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema, di Jakarta, Kamis (2/4).
Menurutnya, di tengah kampanye keberhasilan ekonomi nasional, seperti didengungkan dalam berbagai kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia sedang dilanda penyakit 5K, yakni, kebergantungan, kesengsaraan, kesenjangan, kemunduran, dan kerentanan. Kebergantungan yang sangat parah terlihat dari beban utang per kapita yang mencapai Rp 12 juta.
Senada dengan itu, ekonom Yanuar Rizky meminta pemerintah memetakan pengelolaan utang yang mencapai lebih dari Rp 1.600 triliun itu, terutama agar dialokasikan ke sektor produktif. "Kita terjebak dalam utang yang tidak produktif. Rasio utang kita memang turun tetapi Surat Utang Negara (SUN) kita naik luar biasa," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat roadmap industrialisasi, serta menentukan alokasi utang pada sektor yang memiliki efek berganda bagi perekonomian.
Perlu UU Utang
Sedangkan, ekonom dari Institute for Development of Economics dan Finance (INDEF) Ikhsan Modjo menuturkan, konsekuensi meningkatnya utang dapat menyebabkan tertekannya tingkat konsumsi dalam negeri.
"Ini kontradiktif dengan keinginan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga. Peningkatan utang juga bisa menyebabkan terganggunya stabilitas makro dengan naiknya suku bunga, lalu lintas modal dan arus barang ekspor impor terganggu, konsekuensi pendapatan negara menurun," ujar Ikhsan.
Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI, Harry Azhar Azis menuturkan pemerintah harus fokus dalam mengamankan APBN.
Dia menyarankan perlu dibuat UU tentang pengelolaan utang. "Perlu diatur batasan maksimum pinjaman utang, sejauh mana utang dapat membahayakan negara. Bagaimana manajemen pengelolaan utang," tuturnya.
Pinjaman Jepang
Dari London dilaporkan, Pemerintah Jepang menyatakan kesediaannya mengucurkan dana US$ 14,5 miliar untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi dampak negatif krisis keuangan global.
Demikian diungkapkan Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati kepada pers seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan bilateral dengan PM Jepang Taro Aso, di sela-sela KTT G-20, di London, Rabu (1/4) waktu setempat, sebagaimana dilaporkan wartawan SP Wim Tangkilisan.
Sri Mulyani menyatakan, bantuan senilai US$ 14,5 miliar itu terdiri dari peningkatan jumlah bilateral swap facility dalam rangka Chiang Mai Initiative, dari US$ 6 miliar menjadi US$ 12 miliar, dukungan dana siaga kepada APBN dalam bentuk Obligasi Samurai yang bisa diterbitkan Pemerintah Indonesia di Jepang senilai US$ 1,5 miliar, pinjaman reguler untuk tahun 2009 senilai US$ 500 juta, dan bantuan pembiayaan perdagangan US$ 500 juta. [DLS/N-6]

Sumber : Suara Pembaruan