Jumat, 10 April 2009

UTANG PEMERINTAH MENGKHAWATIRKAN

Beban Utang Per Kapita Rp 12 Juta.
Rumgapres/Abror Rizki
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama para menteri melakukan petemuan bilateral dengan Pemerintah Jepang yang dipimpin Perdana Menteri Taro Aso di sela-sela pertemuan G-20, di London, Inggris. Rabu (1/4) waktu setempat.
[JAKARTA] Pemerintah Indonesia, dalam pertemuan G-20 menerima komitmen pinjaman dari Jepang senilai US$ 14,5 miliar (Rp 17 triliun), untuk membantu mengatasi dampak negatif krisis keuangan global. Hal itu semakin menggelembungkan nilai utang pemerintah, yang kini sudah tercatat Rp 1.600 triliun.
Dengan demikian, setiap penduduk Indonesia, kini menanggung sekitar Rp 12 juta utang pemerintah. Jumlah itu yang terbesar dalam sejarah perekonomian nasional.
"Inilah fakta yang sesungguhnya, tertinggi sepanjang sejarah. Angkanya valid, terlihat dari data resmi pemerintah," ujar ekonom dari Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema, di Jakarta, Kamis (2/4).
Menurutnya, di tengah kampanye keberhasilan ekonomi nasional, seperti didengungkan dalam berbagai kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia sedang dilanda penyakit 5K, yakni, kebergantungan, kesengsaraan, kesenjangan, kemunduran, dan kerentanan. Kebergantungan yang sangat parah terlihat dari beban utang per kapita yang mencapai Rp 12 juta.
Senada dengan itu, ekonom Yanuar Rizky meminta pemerintah memetakan pengelolaan utang yang mencapai lebih dari Rp 1.600 triliun itu, terutama agar dialokasikan ke sektor produktif. "Kita terjebak dalam utang yang tidak produktif. Rasio utang kita memang turun tetapi Surat Utang Negara (SUN) kita naik luar biasa," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat roadmap industrialisasi, serta menentukan alokasi utang pada sektor yang memiliki efek berganda bagi perekonomian.
Perlu UU Utang
Sedangkan, ekonom dari Institute for Development of Economics dan Finance (INDEF) Ikhsan Modjo menuturkan, konsekuensi meningkatnya utang dapat menyebabkan tertekannya tingkat konsumsi dalam negeri.
"Ini kontradiktif dengan keinginan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga. Peningkatan utang juga bisa menyebabkan terganggunya stabilitas makro dengan naiknya suku bunga, lalu lintas modal dan arus barang ekspor impor terganggu, konsekuensi pendapatan negara menurun," ujar Ikhsan.
Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI, Harry Azhar Azis menuturkan pemerintah harus fokus dalam mengamankan APBN.
Dia menyarankan perlu dibuat UU tentang pengelolaan utang. "Perlu diatur batasan maksimum pinjaman utang, sejauh mana utang dapat membahayakan negara. Bagaimana manajemen pengelolaan utang," tuturnya.
Pinjaman Jepang
Dari London dilaporkan, Pemerintah Jepang menyatakan kesediaannya mengucurkan dana US$ 14,5 miliar untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi dampak negatif krisis keuangan global.
Demikian diungkapkan Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati kepada pers seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan bilateral dengan PM Jepang Taro Aso, di sela-sela KTT G-20, di London, Rabu (1/4) waktu setempat, sebagaimana dilaporkan wartawan SP Wim Tangkilisan.
Sri Mulyani menyatakan, bantuan senilai US$ 14,5 miliar itu terdiri dari peningkatan jumlah bilateral swap facility dalam rangka Chiang Mai Initiative, dari US$ 6 miliar menjadi US$ 12 miliar, dukungan dana siaga kepada APBN dalam bentuk Obligasi Samurai yang bisa diterbitkan Pemerintah Indonesia di Jepang senilai US$ 1,5 miliar, pinjaman reguler untuk tahun 2009 senilai US$ 500 juta, dan bantuan pembiayaan perdagangan US$ 500 juta. [DLS/N-6]

Sumber : Suara Pembaruan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar